Mengenal Perjuangan Orang Tionghoa Lewat Film Dokumenter
Setelah absen selama tiga tahun pada penyelenggaraan Festival Film Purbalingga (FFP), Smega Movie ekstrakulikuler sinematografi SMK Negeri 1 Purbalingga, Jawa Tengah rencananya kembali mengirimkan karya filmnya ke program kompetisi pelajar FFP 2019 se-Banyumas Raya.
Tahun ini, para pelajar itu sedang menggarap sebuah film dokumenter tentang perjuangan orang-orang Tionghoa di Purbalingga dalam melewati kekuasaan Orde Baru.
Sutradara film yang diberi judul “Orang-Orang Tionghoa”, Icha Feby Nur Futikha, mengatakan setelah melakukan riset, ia dan teman-teman mengangkat tiga subyek dalam film.
“Subyek orang Tionghoa yang dari dulu tetap beragama Konghucu, yang beragama Katolik, dan yang beragama Islam,” jelas siswi kelas X jurusan Otomatisasi Tata Kelola Perkantoran (OTKP).
Dalam film yang saat ini masih dalam tahap editing, dibahas sejarah warga Tionghoa di Indonesia wajib berganti nama Indonesia di masa Presiden Soeharto bila ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia (WNI).
Termasuk ketiga subyek dalam film itu karena adanya Keputusan Presidium Kabinet Nomor 127 Tahun 1966 tentang Peraturan ganti nama bagi warga negara Indonesia ang memakai nama Cina.
Perjuangan panjang, menurut periset Rena Aryana Putri, dialami oleh subyek yang sampai saat ini menganut agama Konghucu yaitu Ambing Setiawan.
“Pada tahun 1975, Om Ambing pernah rela KTP-nya ditulis Kristen di kolom agama. Ya itu karena saat Orde Baru, hanya lima agama yang diakui negara,” ungkap siswi kelas XI jurusan Pemasaran.
Selain soal agama Konghucu yang tidak diakui negara, di masa Orde Baru, kebudayaan Tionghoa juga turut diberangus. Orang tidak bebas menyaksikan kesenian Liong, Barongsai, dan Wayang Potehi seperti sekarang ini.
“Baru setelah Reformasi yang dimulai era Presiden Abdurrahman Wahid atau Gusdur, agama Konghucu dan budaya Tionghoa mulai menghirup udara bebas hingga Presiden Joko Widodo sekarang,” jelas Rena.